SUMBAR — Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Hukum Adat Kenagarian Silaut (LSM-HAS), dengan tegas menyatakan bahwa Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Hak Kelola (IUPHHK) dan Hak Pengusahaan Hutan Industri (HTI) yang diberikan kepada PT Sukses Jaya Wood di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan penuh dengan rekayasa dan korupsi. Pernyataan keras ini disampaikan oleh Ketua LSM-HAS, Muman Dt Pandukorajo, yang menyoroti dugaan kuat adanya keterlibatan pejabat pemerintah, khususnya Bupati Kabupaten Pesisir Selatan, dalam praktek manipulasi izin yang merugikan masyarakat setempat dan melanggar hak-hak adat yang sah. Kamis, (6/2/2025).
Dalam keterangan pers yang dikeluarkan oleh Ketua LSM-HAS, Muman Dt Pandukorajo, membeberkan bahwa masalah ini bermula pada tahun 2013, saat pemerintah kabupaten memberikan izin kepada PT Sukses Jaya Wood untuk mengelola hutan yang sebenarnya merupakan tanah ulayat milik masyarakat adat Kenagarian Silaut. Menurutnya, meskipun sudah ada regulasi yang jelas, seperti Perda No. 13 Tahun 1983 dan Perda No. 6 Tahun 2008 yang mengatur tentang tanah ulayat, pihak berwenang terkesan mengabaikan hak-hak masyarakat adat setempat.
Ketua LSM-HAS menjelaskan lebih lanjut bahwa ciri-ciri tanah ulayat di Sumatera Barat dapat dibuktikan dengan keberadaan bekas-bekas perladangan, pendam, dan kuburan yang merupakan bagian dari sejarah masyarakat setempat. “Tanah yang telah digarap masyarakat adat meninggalkan jejak seperti tunggul dan bekas tebangan pohon yang menandakan bahwa tanah tersebut merupakan milik mereka,” ujar Ketua LSM-HAS. “Namun, hal ini tidak dihormati oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pemberian izin HTI kepada PT Sukses Jaya Wood.”
Lebih lanjut, Ketua LSM-HAS menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 34/PUU-IX/2011 dengan tegas menggarisbawahi bahwa penguasaan hutan oleh negara harus memperhatikan dan menghormati hak-hak masyarakat hukum adat. Akan tetapi, pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, di bawah kepemimpinan Bupati pada tahun 2013, tidak mengindahkan ketentuan tersebut. “Hutan ulayat atau hutan adat bukanlah hutan negara, sebagaimana dijelaskan dalam Putusan MK No. 35/PUU-X/2012,” tambahnya.
Pernyataan Ketua LSM-HAS ini semakin menguatkan dugaan bahwa proses pemberian izin yang melibatkan PT Sukses Jaya Wood sarat dengan rekayasa dan praktek korupsi. Terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh LSM-HAS, seperti melaporkan kasus ini kepada Presiden Republik Indonesia, DPR RI, Menteri Kehutanan, Kapolri, Kejaksaan Agung, Ketua KPK, dan Mahkamah Agung, hingga kini tidak ada respon yang memadai dari pihak terkait.
Tambah Muman memberberkan, sesuai dengan SK Nomor: 776/Menhut II/2014 yang termasuk di halaman 6 huruf (b), terdapat lahan perkebunan masyarakat seluas 1.183 hektar dan dibuktikan dengan tata batas areal IUPHHK- HTI PT. Sukses Jaya Wood pada tanggal 17 Juni 2017, dari patok 01 sampai dengan patok 58 (5 KM) 800 meter merupakan tanaman pohon sawit dan tanaman kebun karet garapan milik warga masyarakat Silaut, dan bukan milik PT. Sukses Jaya Wood (SJW),”paparnya pada media.
Dengan kondisi yang semakin memprihatinkan, Ketua LSM-HAS berharap agar Presiden RI, Prabowo Subianto, dapat segera mendengar dan menindaklanjuti masalah ini, demi keadilan bagi masyarakat adat Kenagarian Silaut dan menjaga hak-hak ulayat yang sah sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Kami akan terus berjuang, karena ini adalah hak-hak masyarakat kami yang telah digariskan oleh hukum. Kami berharap ada perhatian serius dari pemerintah pusat untuk menyelesaikan masalah ini,” tegas Ketua LSM-HAS dengan penuh semangat.
Perjuangan LSM-HAS dalam menuntut keadilan ini akan terus berlangsung, dan mereka berharap agar masyarakat adat mendapatkan haknya kembali serta agar tidak ada lagi praktek korupsi yang merugikan rakyat kecil. (Tim/Red)